Jakarta (ANTARA) - Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Guntur Romli mengungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyusun pleidoi (nota pembelaan) pada sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi dan suap menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Pleidoi tersebut, kata dia, ditulis Hasto di dalam rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sembari menulis beberapa buku, yang salah satunya berjudul Spiritualitas PDI Perjuangan.
"Ini akan menjadi pleidoi pertama di Indonesia yang memadukan antara AI dan fakta-fakta persidangan, falsafah hukum, dan nilai-nilai yang diperjuangkan sesuai dengan morality of law," kata Guntur, saat membacakan surat yang ditulis Hasto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Dalam suratnya, Hasto mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sehingga persidangan dapat berjalan lancar, dan kini memasuki tahapan pemeriksaan ahli meringankan, yang sangat penting perannya bagi terwujudnya keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam seluruh persidangan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum KPK, menurut Hasto, tidak ditemukan fakta-fakta baru, sebagaimana sebelumnya disampaikan oleh penyidik KPK.
Meskipun demikian, disebutkan bahwa Hasto tetap percaya dan yakin bahwa majelis hakim akan mengambil keputusan yang adil, baik berdasarkan berbagai fakta di persidangan kasusnya maupun persidangan sebelumnya yang telah menghasilkan Putusan Nomor 18 dan Nomor 28 Tahun 2020.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019—2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hasto susun nota pembelaan untuk sidang kasus perintangan pakai AI