Ambon (ANTARA) - Warga di kawasan Air Low, Kecamatan Nusaniwe (Kota Ambon) menyampaikan aspirasi serta meminta dukungan DPRD Maluku atas upaya perjuangan pengembalian tanah adat yang telah dipatok pemerintah setelah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.
"Aspirasi yang mereka sampaikan ke legislatif terkait kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan kawasan Air Louw sebagai hutan lindung," kata legislator DPRD Maluku Arie Sahertian di Ambon, Senin.
Warga menyampaikan keberatan atas tindakan TNI Angkatan Udara (AU) bersama Balai Pemantapan Kawasan Hutan yang telah memasang patok-patok kepemilikan tanah adat sejak 11 Juni 2025, namun tidak disertai keterbukaan informasi dan penjelasan regulasi yang menjadi dasar pengambilalihan lahan adat dimaksud.
Arie mengatakan sebagian besar warga juga mengaku tidak mengetahui regulasi proses pengambilan hak milik sehingga menimbulkan keresahan dan mereka merasa dirugikan.
"Masyarakat harus berkoordinasi dengan Raja Negeri (kepala desa) sebagai pemegang kewenangan adat sebab kebijakan menyangkut masalah tanah adat melekat pada struktur adat dan bukan sekadar urusan administratif," ucapnya.
Pemasangan patok-patok di kawasan hutan adat tersebut menimbulkan kekecewaan warga dan akhirnya mencabut seluruh patok tersebut yang telah dipasang dan warga menyampaikan keinginan mereka untuk menempuh langkah hukum serta meminta dukungan DPRD Maluku membantu perjuangan pengembalian hak atas tanah adat mereka.
Oleh karena itu, kata Arie, Komisi II DPRD Maluku memberikan saran kepada warga untuk segera mengirim surat secara resmi kepada DPRD provinsi setempat guna ditindaklanjuti.
"Kalau secara kelembagaan, persoalan lahan atau tanah adat menjadi kewenangan Komisi I, namun kami di Komisi II tetap memberikan atensi karena berkaitan dengan kebijakan kehutanan dan lingkungan," ujarnya.
Dia juga menyebutkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan yang menetapkan kawasan Air Louw sebagai hutan lindung sejak 2024 dinilai bertentangan dengan konstitusi.
"Kalau SK kementerian menetapkan hutan lindung sementara statusnya hutan adat, maka itu bertentangan dengan UUD 1945 sebab setiap regulasi di bawah UUD tidak boleh bertolak belakang, apalagi dalam Pasal 18 UUD 1945 menjamin perlindungan terhadap tanah adat dan menyatakan bahwa penguasaan negara atas sumber daya alam harus bermanfaat bagi rakyat, bukan semata-mata untuk kepentingan negara," ujarnya.