Ambon (ANTARA) - Komisi III DPRD Maluku menilai proses penjajakan kerjasama antara Bank Maluku-Maluku Utara dengan Bank DKI Jakarta bisa dijadikan bukti kalau PT Bank Maluku-Malut yang merupakan BUMD milik pemerintah daerah ini masih dianggap layak secara finansial.
"Kami menilai belum ada hal mendasar yang kuat untuk dijadikan alasan dalam menyimpulkan adanya masalah serius di tubuh PT. BM-Malut tersebut," kata anggota Komisi III DPRD Maluku Rovik Akbar Afifudin di Ambon, Rabu.
Menurut dia, apabila PT. BM-Malut dikatakan tidak sehat tentunya pihak Bank DKI tidak bakalan melakukan kerjasama sehingga ini menunjukkan kalau kondisi keuangannya masih stabil dan sehat.
Jadi bila ada penilaian terhadap kondisi kesehatan PT BM-Malut itu sepenuhnya menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Sebab yang memiliki hak untuk menilai apakah sebuah bank sehat atau tidak adalah OJK karena mereka memiliki standar serta indikator tersendiri, dan siapa pun pihak di luar OJK boleh saja berpendapat namun itu sebatas pandangan dan bukan sebagai penilaian resmi," katanya.
Dia menyebutkan seluruh kebijakan dan program PT. BM-Malut telah ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), jadi kalau bermunculan tudingan adanya kerugian negara atau kegagalan kinerja tentunya menjadi kewenangan lembaga audit negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bila ada yang menyebutkan kerugian negara atau kegagalan di triwulan pertama di BUMD itu, kami belum mendapatkan datanya secara resmi. Bahkan sebaliknya ada laporan yang diterima komisi III menunjukkan transaksi kredit masyarakat di PT BM-Malut mencatat keuntungan mencapai Rp400 miliar dan ini bahkan lebih tinggi dibanding beberapa bank lain," katanya menjelaskan.
Dia menambahkan, bila ada tudingan kinerja dan kerugian negara pada BUMD dimaksud maka harus ditunggu hasil penilaian resmi dari lembaga yang berwenang sebelum membuat kesimpulan karena semuanya harus didasarkan regulasi dan data resmi dari OJK dan BPK yang punya kewenangan.